Languages فارسی فارسى درى English اردو Azəri Bahasa Indonesia پښتو français ไทย Türkçe Hausa Kurdî Kiswahili Deutsche РУС Fulfulde Mandingue
Scroll down
Ahlul Bait

Budi Pekerti Imam Ali Ridha As Yang Agung

2020/07/01

Budi Pekerti Imam Ali Ridha As Yang Agung

Imam Ali Ridha as lahir pada 11 Dzulqadah 148 H di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa Kazhim as, dan ibunya seorang wanita mukminah nan saleh, bernama Najmah. Imam as menghabiskan masa kanak-kanaknya di sisi sang ayah. Imam Musa Kazhim as berwasiat dan memberi isyarat kepada sahabat-sahabatnya mengenai imamah putranya, Ali Ridha as.

Ali bin Yaqthin berkata, “Aku pernah bersama Abdul Saleh (salah satu gelar Imam Musa Kazhim as), tiba-tiba datang Ali Ridha as, lalu beliau (Imam Musa as) berkata, ‘Wahai Ali bin Yaqthin, ia adalah penghulu anak-anakku.'”

Hisyam menambahkan dari Imam Musa Kazhim as, “Sesungguhnya aku beritakan kepadamu bahwa ia adalah Imam setelahku.”

Demikian pula salah seorang sahabatnya pernah bertanya tentang Imam sepeninggal Imam Musa Kazhim as, lalu beliau memberi isyarat kepada anaknya, Ali Ridha as, seraya berkata, “Ia adalah Imam (pemimpin) setelahku.”

Pada masa itu, situasi amat mengkhawatirkan, sehingga Imam Musa Kazhim as berwasiat kepada para sahabatnya agar merahasiakan imamah putranya.

Para Imam Ahlul Bait as adalah manusia-manusia pilihan. Mereka dipilih Allah Swt untuk membimbing masyarakat secara benar dan menjadi contoh paling unggul untuk mencapai derajat kemanusiaan dan akhlak mulia.

Ibrahim bin Abbas mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Aba Hasan Ridha as mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah menolak permintaan seseorang tatkala ia mampu membantunya.”

“Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis. Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum. Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan sufrah dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan. Dan barangsiapa mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah engkau percaya.”

Seorang laki-laki menyertai Imam Ali Ridha as dalam perjalanannya ke Khurasan. Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan. Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama. Orang itu lalu berkata, ”Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu jamuan makan?”

“Sesungguhnya Allah Swt satu, manusia lahir dari satu bapak dan satu ibu, mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan,” demikian jawab Imam Ali Ridha as. Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau, wahai Aba Hasan!”

Imam as menjawab, ”Ketakwaanlah yang memuliakan mereka, wahai saudaraku!”

Salah seorang bersumpah dan berkata, “Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia.”

Imam as menjawabnya, “Janganlah engkau bersumpah seperti itu, sebab orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah Swt. Demi Allah, Zat yang menorehkan ayat ini: Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa.”

Pernah suatu saat, Imam Ali Ridha as berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang pelbagai masalah hukum. Tiba-tiba seorang warga Khurasan masuk seraya berkata, “Salam atasmu, wahai putra Rasulullah, aku adalah pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu, aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku, tak satupun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak.”

Dengan nada lembut, Imam Ali Ridha as berkata kepadanya, “Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!” Kemudian Imam as melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam as bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, “Mana orang Khurasan itu?”

Orang Khurasan itu mendekat dan Imam as berkata, “Ini dua ratus Dinar, pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami.”

Orang Khurasan itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as. Setelah itu, Imam as keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, “Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu, wahai putra Rasulullah?”

Imam berkata, “Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah engkau mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi akan memenuhi 70 kali haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni.'”

Sumber: Mahdi Ayatullahi, Sosok Imam Ali Ridha Teladan Pejuang yang Sabar