Languages فارسی فارسى درى English اردو Azəri Bahasa Indonesia پښتو français ไทย Türkçe Hausa Kurdî Kiswahili Deutsche РУС Fulfulde Mandingue
Scroll down
Islamologi

Mengapa mazhab Syiah merupakan sebaik-baiknya mazhab?

2021/04/05

Mengapa mazhab Syiah merupakan sebaik-baiknya mazhab?

Keunggulan mazhab Syiah adalah disebabkan oleh “kebenarannya”. Di setiap masa agama yang benar masa hanya terbatas pada satu agama. Adapun agama-agama lainnya apakah mereka secara asasi merupakan agama yang batil atau pun tidak memiliki dasar, telah punah atau telah dianulir oleh agama yang datang setelahnya. Syariat yang benar pada masa sekarang ini adalah syariat Islam. Islam yang murni dan benar termanifestasi pada mazhab Syiah. Kemurnian ajaran mazhab Syiah lantaran mengikuti secara totalitas jejak Nabi Muhamamd Saw sehingga dengan demikian ia menjadi refleksi Islam murni. Terdapat banyak bukti-bukti sejarah dan teks-teks agama yang menegaskan klaim ini dan tipologi yang dimiliki Syiah ini tidak dapat dijumpai pada ajaran Wahabi.Jawaban Detil

Keunggulan mazhab Syiah adalah disebabkan oleh “kebenarannya”. Di setiap masa agama yang benar masa hanya terbatas pada satu agama. Allah Swt pada setiap masa memiliki satu syariat.  Adapun agama-agama lainnya apakah mereka secara asasi merupakan agama yang batil atau pun tidak memiliki dasar, telah punah atau telah dianulir oleh agama yang datang setelahnya.. Banyak jumlah mazhab-mazhab dan agama-agama samawi yang hingga kini diturunkan untuk manusia. Bilangan agama tersebut adalah bilangan vertikal bukan horizontal. Artinya bahwa agama baru adalah agama yang menganulir dan menyempurnakan agama sebelumnya. Seiring dengan datangnya agama baru maka masa pakai agama lama sudah kadaluarsa dan tidak laku lagi. Lantaran sudah expired (masa pakainya sudah usai) maka agama lama tersebut memberikan tempatnya kepada agama baru dan semua penganutnya harus mengikuti dan beriman kepada ajaran baru tersebut. Atas alasan ini, dalam teks-teks suci agama menyebut orang-orang yang tidak beriman kepada agama yang baru disebut sebagai “kafir.”

Islam merupakan agama pamungkas dan sempurna yang diturunkan bagi umat manusia. Sedemikian sehingga Allah Swt hanya akan menerima agama Islam sebagai satu-satunya agama resmi dan sah bagi manusia. “Inna al-din ‘indaLlâhi al-Islâm.” (Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam, Qs. Ali Imran [3]:19) Waman yabtaghe’ ghair al-Islam dinan falan yaqbla minhu.”(Barang siapa yang mengikut agama selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima, Qs. Ali Imran [3]:85)

Amat disayangkan kaum Muslimin juga sebagaimana kaum-kaum dan pemeluk agama-agama sebelumnya berpencar pada agama-agama lainnya. Dan tentu saja semuanya tidak berpijak di atas agama yang benar. Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya umatku setelahku akan terpecah menjadi 73 golongan. Satu golongan yang selamat dan 72 golongan semuanya berada dalam neraka.”[1] Mazhab hak dan firqah najiyah di kalangan mazhab-mazhab Islam adalah mazhab Syiah Itsna Asyariyah. Mazhab ini adalah mazhab yang merefleksikan ajaran Islam hakiki dan benar. Nabi Saw bersabda, “Wahai umat manusia! Sesungguhnya aku tinggalkan bagi kalian jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat selamanya, Kitabullah dan Itrahti Ahlubaiti.”[2]

Abu Dzar Ghiffari salah seorang sahabat besar dan tsiqah (dipercaya) Rasulullah Saw menukil: “Aku mendengar dari Nabi Saw sesungguhnya beliau bersabda: “Perumpamaan Ahlubaitku di tengah kalian laksana bahterah Nuh bagi kaum Nuh, barangsiapa yang menaiki bahtera akan selamat dan barangsiapa yang meninggalkannya akan karam.”[3]

Asas dan fondasi mazhab Syiah adalah tauhid, keadilan, kenabian, imamah dan ma’ad. Syiah adalah mazhab yang meyakini terhadap adanya 12 imam maksum sebagai khalifah Rasulullah Saw dimana Imam Pertama mazhab Syiah adalah Ali bin Abi Thalib dan Imam Pamungkas (Imam Keduabelas) adalah Imam Mahdi Ajf.

Dalam riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw dijelaskan jumlah bilangan dan bahkan nama-nama para Imam Maksum As. Suatu hari Abdullah bin Mas’ud duduk di tengah sekumpulan orang-orang tiba-tiba datang seorang Arab Badui dan bertanya siapa di antara kalian yang bernama Abdullah bin Mas’ud? Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Saya adalah Abdullah bin Mas’ud. Orang Arab itu bertanya: Apakah nabi kalian menjelaskan bagi kalian berapa jumlah khalifah setelahnya? Abdullah bin Mas’ud berkata: Iya. Dua belas orang sejumlah bilangan pemimpin Bani Israel.”[4]

Dalil klaim kami atas kebenaran Syiah adalah al-Qur’an dan Sunnah. Allah Swt dalam al-Qur’an memerintahkan kepada kita untuk mentaati Allah Swt, Rasulullah Saw dan Ulil Amri – Ulil Amri yaitu para Imam Syiah sesuai dengan penegasan Rasulullah Saw. Pada banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyinggung masalah imamah dan wilayah. Ayat-ayat seperti, “Wa anzhir asyiratakal aqrabin;”[5]“Innama waliyyukumuLlah wa rasulah wa al-mu’minun alladzina yuqimuna al-shalat yuthu’na al-zakat wa hum raki’un.”[6] “Ya ayyuharrasul balligh maa unzila ilaik min Rabbik wa inlam taf’al fama ballaghta risalatah.”[7] “Al-Yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa radhitu lakum al-Islama Dina.”[8] “Innama yuriduLlah liyudzhiba ‘ankum al-rijs Ahlalbait,[9] dan sebagainya.

Nabi Saw juga sesuai dengan bukti-bukti tegas sejarah dan riwayat senantiasa menyebut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As sebagai washi dan khalifahnya. Sebagaimana Thabar dalam Tarikh-nya menukil bahwa tatkala ayat “wa andzir asyiratakal aqrabin” turun, Nabi Saw berkata kepada kaumnya: Allah Swt menitahkan kepadaku supaya Aku mengajak kalian kepada-Nya. Barang siapa di antara kalian yang membantuku dalam hal ini maka ia akan menjadi saudara, washi dan khalifahku. Ali berkata: “Saya wahai Rasulullah Saw akan membantumu di jalan ini. Rasulullah Saw menaruh tangannya di pundak Ali As dan bersabda: “Sesungguhnya ini (Ali) adalah saudara, washi dan khalifaku di antara kalian. Dengarkan dan patuhilah ia. Kerabat Rasulullah Saw berdiri sembari mencemooh kepada Abu Thalib: “Dia memerintahmu untuk mentaati anakmu dan melaksanakan perintahnya.”[10]

Rasulullah Saw pada akhir-akhir masa hidupnya, sekembalinya dari haji yang dikenal sebagai hajjatul wada’, di tempat yang bernama Ghadir Khum mengangkat dan memperkenalkan Ali bin Abi Thalib secara resmi sebagai imam dan khalifah kaum Muslimin. Di tempat itu, Rasulullah Saw memerintahkan kepada orang-orang yang hadir untuk memberikan baiat kepada Ali sebagai Amirul Mukminin. Rasulullah Saw menyampaikan sebuah sabda yang terkenal pada hari itu, “Man kuntu Mawlahu fahadza ‘Aliyun Mawla.” (Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya). Hadis ini merupakan salah satu hadis yang terkenal dan mutawatir dalam kitab-kitab standar Islam.

Hal ini merupakan dalil-dalil keunggulan dan kebenaran Syiah secara global atas mazhab-mazhab lain menurut pandangan internal (sesama mazhab Islam) agama dengan bersandar pada ayat-ayat dan riwayat. Akan tetapi hal ini juga dapat ditinjau dari sudut pandang eksternal (luar) agama dan membandingkan antara ajaran-ajaran Syiah dan non-Syiah yang menandaskan keunggulan mazhab Syiah. Akan tetapi pembahasan ini akan kami ketengahkan pada kesempatan mendatang.

Akan tetapi terkait dengan Wahabi kami mencukupkan diri dengan menukil tulisan Sayid Mustafa Radhawi dalam kitab “Ittila’ât-e Siyâsi wa Mazhabi Pâkistan” dimana orang-orang Wahabi memandang seluruh firqah dalam Islam dari kalangan Syiah dan Sunni sebagai orang-orang musyrik, kafir dan penyembah berhala.

Menyampaikan hajat, berziarah, menghormati (ihtirâm) dan mengagungkan (ta’zhim) pusara Nabi Saw dan para Imam Maksum sebagai bentuk bid’ah (heresy) dan menyembah berhala kemudian menghukuminya sebagai perbuatan haram. Mereka memandang haram menyampaikan salam, memuliakan dan menghormati Nabi Saw di luar shalat. Seiring dengan wafatnya Nabi Saw maka berakhir pula penghormatan dan pemuliaan kepada Nabi Saw. Segala jenis bentuk, kubah, pusara atas kuburan para imam dan pembesar agama sebagai bid’ah. Mereka meyakini bahwa Rasulullah Saw adalah seorang manusia biasa dengan segala ketidakmampuan dan kelemahan yang merasakan kematian. Setelah wafatnya maka sekali-kali beliau tidak memiliki berita tentang kita dan dunia hari ini karena itu ziarah kubur Nabi Saw adalah haram hukumnya.[11]

Kami serahkan kepada akal sehat Anda untuk menilai dan menghukumi apakah ajaran-ajaran ini sejalan dengan fitrah dan al-Qur’an. Inikah kecintaan terhadap Ahlulbait yang dipandang sebagai upah risalah?[12] Bukankah al-Qur’an menegaskan bahwa para syahid itu hidup dan mendapatkan rezeki di sisi Tuhan.[13] Dan apakah kedudukan Nabi Saw lebih rendah dari para syahid? Dan seterusnya.

Sekiranya Anda tertarik untuk melanjutkan pembahasan ini secara detil dan jeluk kami persilahkan Anda untuk melayangkan surat kepada redaksi. Kami tunggu.

Sumber:

[1]Al-Ibânat al-Kubrâ, Ibnu Battah, jil. 1, hal. 3; al-Khisâl, Ibnu Babewai hal. 585.

[2]Kanz al-‘Ummâl, Muttaqi Hindi, jil.1, hal. 44, Bab al-I’tisham bil Kitab wa al-Sunnah.

[3]Al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhaîn, Hakim Naisaburi, jil. 3, hal. 151.

[4]Khisâl, Ibnu Babewai,  hal. 467.

[5]Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Qs. Al-Syuara [24]:214)

[6]Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk. (Qs. Ali Imran [3]:55)

[7]Hai rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.” (Qs. Al-Maidah [5]:67)

[8]Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu. (Qs. Al-Maidah [5]:3)

[9]Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya. (Qs. Al-Ahzab [33]:33)

[10]Târikh Thabari, jil. 2, hal. 320, cetakan Mesir; Kamil Ibn Atsir, jil. 2, hal. 41, cetakan Beirut.

[11]. Sayid Mustafa Radhawi, Ittilâ’at-e Siyâsi wa Madzhâbi Pâkistan, hal. 63-64.

[12]. “Qul laa As’alukum ‘alaih ajran Illa al-Mawaddah fii al-Qurbâ.” (Qs. Al-Syura [42]:23)

[13]. Qs. Ali Imran (3):169